Ransomware Menjadi Serangan Tertinggi di Indonesia
lebakcyber.net – Ransomware Menjadi Serangan Tertinggi di Indonesia. Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) melaporkan bahwa ransomware dan peretasan data merupakan jenis serangan siber yang paling sering terjadi pada tahun 2022. “BSSN telah memberikan 1.433 notifikasi peringatan deteksi insiden siber kepada stakeholder,” kata Hinsa Siburian, Kepala BSSN, di kantor BSSN, Jakarta Selatan, Senin (20/2).
“Pihak BSSN secara proaktif selalu melakukan koordinasi dengan para stakeholder agar dapat memperbaiki celah keamanan yang ada melalui asistensi pada insiden siber yang terjadi, dimana kasus yang tertinggi adalah serangan ransomware serta data breach,” terangnya.
Dari total 1.433 insiden siber yang ditangani oleh BSSN, 26 persen adalah kasus data breach, 26 persen lagi adalah web defacement atau penggantian tampilan situs web, 24 persen merupakan serangan ransomware, sementara 24 persen lainnya masuk dalam kategori serangan siber lainnya.
BSSN tidak merinci jumlah total insiden siber atau ancaman siber yang mereka deteksi pada tahun 2022.
Pada tahun 2022, munculnya akun yang mengaku sebagai peretas bernama Bjorka sempat membuat publik gempar. Sepanjang Agustus hingga pertengahan September, dia mengumbar data pribadi milik pejabat publik dan pelanggan beberapa layanan di forum Breached.to. Bjorka bahkan menanggapi komentar Menkominfo, Johnny G. Plate, dengan nada ejekan saat diminta untuk berhenti.
BSSN juga memaparkan prediksi tentang ancaman siber yang mungkin terjadi pada 2023 dalam Laporan Tahunan BSSN Tahun 2022. Menurut BSSN, berbagai jenis serangan siber masih mengancam ruang digital Indonesia pada tahun ini.
Pihak BSSN sendiri sudah memperkirakan kalau serangan dengan jenis data breach kemungkinan masih terjadi karena “lemahnya sistem keamanan yang ada sehingga menyebabkan kerentanan pada sistem TI terjadi dan juga ulah pengguna yang kurang cermat dalam pengelolaan informasi dan tersedianya platform untuk melakukan penjual belian data menjadikan serangan yang memiliki tujuan pencurian data pengguna menjadi daya tarik yang tinggi bagi para penyerang agar bisa mendapatkan keuntungan.”
Selain itu, serangan siber dengan metode phishing juga diprediksi masih akan banyak terjadi dengan melakukan pemalsuan website, email, maupun panggilan dan pesan teks palsu. Metode ini disebut “memanfaatkan kurangnya kewaspadaan masyarakat.”
Pihak BSSN sendiri juga sudah memberikan prediksi beberapa jenis serangan lainnya yang kemungkinan masih akan terjadi, misalnya serangan ransomware, serangan APT, Cryptojacking, DDoS, serangan Remote Desktop Protocol (RDP), Web Defacement, kejahatan siber AI dan IOT, serta rekayasa sosial.